Sunday, May 31, 2020

Bedah Provinsi Kalzam

by eltoro ben

ENAM bulan penuh, Gubernur Provinsi Kalzam Dino Besuo bersama seluruh kepala dinasnya diungsikan ke Luanda. Luanda adalah ibukota Angola, negeri kaya minyak di Afrika. 

Survei terbaru Mercer menempatkan Luanda sebagai kota dengan biaya hidup termahal di dunia. Mengalahkan Tokyo dan New York yang selama ini selalu dianggap sebagai dua kota paling mahal.


Sebagaimana terlihat di layar televisi, mereka menempati sebuah royal penthouse suite hotel termewah di area Rua da Missao. Hotel ini acap menjadi langganan para peraup bonanza dolar dari kemelimpahruahan minyak seperti bos BP, Exxon, dan bangsawan-bangsawan Timur Tengah. 


Semua aktivitas terkait pekerjaan ditiadakan. Sampai sepekan jelang pendaftaran Pilgub Kalzam. Mereka hanya boleh bersenang-senang.

Dino dipersilakan menikmati gaya hidup mewah layaknya kelompok jet set dengan menikmati semua fasilitas yang ada di hotel tersebut. Bebas pula berjemur di pantai. Atau berbelanja sepuas mungkin tanpa khawatir bakal tekor. Semuanya tanpa bayar alias gratis.

"Helmi Yahbara yang menanggung semua biayanya," kata Kepala Biro Humas dan Protokol Pemprov Kalzam Samaro. 

Helmi adalah produser reality show "Bedah Gubuk" di sebuah stasiun televisi nasional. Acara yang dibawakan Ratna Lamaro itu banyak membuat haru pemirsa. Biasanya, pemilik gubuk yang jadi target bedah akan diungsikan dulu satu malam di sebuah hotel bintang lima seraya memberi kesempatan ke mereka untuk menikmati gaya hidup orang kaya.

Haru dan geli beraduk menyaksikan ekspresi orang-orang miskin itu. Mereka akan merasa seperti di alam mimpi. Bayangkan saja, gubuk yang semula reyot. Bocor kala hujan. Yang menjadi tempat berteduh selama berpuluh tahun, tiba-tiba berubah jadi rumah layak huni. Bersih. Cantik. Berjendela. Lengkap dengan perabotnya. Tentu itu jauh melampaui ekspektasi mereka.

Kini Helmi mencoba menaikkan misi ke level yang lebih tinggi: "Bedah Provinsi". Dan karena itu diungsikannya pun lebih lama, dua minggu.


Tapi saya tidak tahu kenapa Luanda yang dipilih sebagai tempat untuk mengungsikan Dino Besuo. Kenapa bukan New York misalnya, seperti saat mengungsikan Presiden SBK dan para menteri kabinetnya dalam "Bedah Republik".

New York adalah simbol kemewahan kota dunia. Hampir semua yang menjadi impian banyak orang tersedia di sana. Ben, seorang kawan, yang menonton acara itu hingga tuntas, mengisahkan dengan apik bagaimana berseri-serinya wajah SBK selama di kota itu. 


Mereka menikmati kemewahan yang jarang mereka nikmati tanpa harus dituduh bermewah-mewah atau korupsi. Mereka dibolehkan rame-rame naik kapal pesiar mengitari Lady Liberty. Belanja parfum termahal di Macy's atau Nordstrom. Nonton teater di Broadway. Menikmati konser di Carnegie Hall.



"Gile,man. Mereka sampai masuk teater Broadway," kata Ben menceritakan kepada saya. 



Ben wajar terperanjat begitu. Ia pernah hampir mati berdiri gegara mengetahui harga tiket masuk yang selangit. Sekali masuk US$ 115. Itu pun duduk masih agak jauh dari panggung di tribun atas. Mau lebih dekat, ya harus merogoh saku lebih dalam lagi. Bisa mencapai USS 190. Alamak!!!



Tapi kapan lagi ada kesempatan?



Sudah di New York, rugi tak nonton opera di Broadway. Didorong oleh rasa penasaran yang berlebih, Ben dengan sangat terpaksa menyisihkan uang sakunya untuk masuk di Majestic Theatre. Rasa penasaran yang bergolak itu nyaris sama ketika ia tiba di Washington DC. Sudah di Wasington DC, kenapa tak sekalian ke New York. 



Maka, usai membereskan liputan dan melakukan serangkaian wawancara dengan sejumlah tribunal ICSID seperti Prof Gabrielle di komplek besar gedung World Bank, Ben pun segera kabur menuju tempat mangkalnya Amtrak di Union Station. 



Barangkali Helmi menganggap Kalzam memiliki kemiripan dengan Luanda. Sama-sama kaya minyak. Sama-sama mempertontonkan ironi. Kemiskinan berjalan beriring di sepanjang jalur pipa gas. 



Kalzam memiliki biaya hdup paling mahal di Republik Bananasia. Provinsi ini juga memiliki kota dengan pendapatan perkapita tertinggi di Republik. Dan Kalzam adalah adalah provinsi yang memberikan upah terbesar kedua secara nasional kepada buruh.


***

SEPERTI saat menyaksikan bedah-bedah di episode sebelumnya. Kali ini pemirsa juga dibuat geli dan haru menyaksikan ekspresi gubernur yang kaget saat mengetahui harga sepiring quick lunch yang ia santap mencapai US$ 57.92. 


Ia kembali terbelalak oleh mahalnya harga karcis bioskop di kawasan pusat perbelanjaan di Shinny,US$ 33. Sejatinya Dino merasa sayang. masak sih sekedar makan siang dan nonton saja kok harus merogoh kocek sebanyak itu. Tapi masa bodoh. Toh Helmi yang menanggung semua. Ia membatin.

Dino melihat seorang pekerja konstruksi santai saja mengeluarkan US$ 292 dolar hanya untuk sebuah jeans Pepe. Itu tiga kali lebih mahal dari harga di Sogo Kalzam. Saat yang sama, di kejauhan, pandangannya sekilas membentur gubuk-gubuk kota. Inilah wajah kemelaratan kota Luanda. Orang-orang berlindung di bawah kardus dan papan kayu. Keluarga masak di atas api terbuka, mengais-ngais sampah di jalanan.


Ingatannya melayang pada buku "Escaping The Resource Curse". Berulangkali ia membaca buku yang disunting Joseph E Stiglitz, pemenang nobel Ekonomi, itu bahwa anggapan adanya kutukan sumberdaya alam tersebut salah besar!

Tentu adegan yang jauh lebih mengharukan adalah saat menyaksikan mimik gubernur dari sebuah provinsi miskin -- tapi kaya -- yang malam itu menerima laporan dari anak buahnya. 

"Mana mungkin..." 

Proyek jalan tol Balikmar-Samamar yang ia gagas dan sempat macet itu kini telah rampung. Bahkan tembus pula sampai Long Mimar. Itu artinya, tinggal selemparan batu sampai di jalan arteri Negara Bagian Sabah, Malaysia.

"Mustahil...!!!" Ia mencoba membantah sendiri keraguannya.


Dino kembali terbelalak. Ia mencermati foto demi foto kondisi jalan poros selatan, tengah dan utara. Serta seluruh jalan dalam kota. Antarkecamatan, dan antarlorong yang sudah terhubung mulus.



Tak ada lagi jalan berlubang. Apalagi rusak. Kubangan kerbau di sepanjang jalan Palarang yang sempat membuatnya gundah karena tak kunjung tuntas perbaikannya, padahal Pilgub sudah kian dekat, ternyata telah berganti menjadi hamparan beton lebar.

Sekali lagi, ia ingin tidak percaya ketika mendapat laporan bahwa anggaran pendidikan sudah naik menjadi 20 persen. Sesuatu yang selama ini sulit ia wujudkan. Gubernur merangkul Kepala Dinas Pendidikan. Matanya berkaca-kaca. Laporan lain menyebut bahwa program yang ia canangkan untuk membebaskan 10 persoalan Kalzam pun sudah berhasil diwujudkan.


Dari hotel di Luanda, gubernur menyaksikan siaran televisi satelit tentang pembangunan di Kalzam. Jembatan Kembar sudah rampung. Flyover pun terbangun bersamaan di beberapa tempat. Ia amat bersyukur. "Alhamdulilah, tak sampai jadi bahan ejekan sebagai jembatan abunawas kedua," batinnya lagi.



Kemacetan sirna. Kawasan seberang telah berkembang pesat. Tepian sungai di depan gubernuran telah disulap menjadi sangat apik. Lengkap dengan jetty futuristik tempat kapal-kapal pesiar naik turunkan wisatawan. Pedestrian lebar 15 meter dengan spot-spot yang yang membuat sejumlah band indie hingga musisi underground nyaman berekspresi.


Tak ada lagi banjir. Gedung convention hall yang ia impikan  sudah terbangun megah. Jauh melebihi harapannya, belasan proyek multiyears sudah rampung lebih cepat. Bandara baru. Di sisi timurwilayah sudah berlabuh kapal-kapal kargo superbesar. Mereka mengangkut bouksit, sawit, batu bara, emas dan semua kekayaan alam Kaltim.  Yang lebih mencengangkan Dino adalah saat menyaksikan pesawat-pesawat berlogo Kalzam Air sudah terbang di udara. Melayani rute ke pedalaman-perbatasan bahkan ke sejumlah kota besar di Tanah Air.

Kameramen televisi lalu menyorot sepanjang SKM. Tidak ada lagi pemukiman di sepanjang bantaran sungau itu. Kiri kanan diturap. Kawasan itu berkembang menjadi pusat rekreasi dan kuliner ala sungai di Singapura. Inilah Clarck Quay ala Kalzam. 


"Let's meet at the lobby to go to lunch," ajak seseorang kepada temannya dalam tayangan itu. Orang lainnya nyeletuk: Basi, tau! Tempat favorit untuk rendezvous sekarang ya di SKM. Keduanya setuju, dan bersama menuju SKM.


Kendaraan kini bisa melaju nyaman di sepanjang jalan Lintas Kalzam. Warga pedalaman berlibur ke Samamar dan Balikmar menggunakan kendaraan sendiri jamak ditemui. Malah warga perbatasan seperti Long Bamar, Apo Kayang yang selama puluhan tahun hidup terisolasi, kini dengan mudahnya terbang ke Samama. Kapan pun mereka mau.  Tanpa harus anre berminggu-minggu atau khawatir terserobot kursinya oleh pengusaha sarang walet.

"Sungguh ini melampaui mimpi-mimpi saya. Terimakasih Helmi, Anda telah mewujudkan semua mimpi dan harapan saya. Sesuatu yang sangat sulit dan tak mungkin diwujudkan pemerintahan saya," kata Dino terbata-bata.

Ia merangkul erat Helmi. Tanpa sadar air matanya membahasi baju bagian punggung sang produser.

"Kalau begitu kepulangan kami tolong dipercepat. Tidak perlu lagi menunggu dekat pendaftaran Pilgub. Hari ini juga kami minta bisa dipulangkan, agar persiapan ke Pilgub Kalzam bisa lebih matang," mohon Dino.


Mengutip kata-kata George Soros, Dino menegaskan kutukan sumberdaya alam memang jadi momok paling utama di negara dan daerah-daerah "kaya" sepertiKalzam. Tetapi, kutukan itu bukan tak bisa disembuhkan. 



"Dengan apa? Obatnya, pilih saya lagi!" tandas Dino, tanpa ragu.



"Transparansi pak. Pertanggungjawaban yang lebih besar, itulah obatnya," celetuk Helmi. Entah, mungkin Dino tak mendengarnya. Ia sudah keburu berlari masuk ke dalam mobil yang akan mengantarnya menuju Gulfstrem GE650, milik Helmi, yang sudah menunggu di bandara. Siap mengantarnya untuk pulang.

Helmi tersenyum. Ia memaklumi keinginan Dino yang ingin melanjutkan mimpi-mimpinya untuk lima tahun berikutnya.(*)


Air Hitam, 31 Mei 2020