Tuesday, July 28, 2020

Hakim Bukan Robot



Hakim dan jaksa bukan robot. Mereka disusun bukan dari angka-angka biner nol dan satu. Sehingga mestinya tak bersikap seperti algoritma dalam menegakkan hukum dengan berkilah "telah berpegang pada hukum yang berlaku".

Manusia memiliki nurani. Itulah yang membedakanya dengan robot. Karena itu demokrasi mempercayakan mereka untuk turut menjunjung equalty before the law. Entahlah kalau kalian memang lebih suka jadi robot, aku bisa apa (angkat bahu)...

#HakimBukanRobot
#JakasaBukanRobot
#PengacaraBukanRobot
#PolisiBukanRobot
#JokoCandraBukanRobot

Friday, July 24, 2020

Good Writing



WRITING makes me happy. Kadang sih. Itu juga barangkali yang dirasakan Svetlana Alexievich saat laporannya "Voice From Chernobyl" diganjar penghargaan Nobel lima tahun lalu. 

Saya merinding membacanya. Tersayat. Pedih. Melebihi apa yang pernah saya rasakan sebelumnya ketika membaca laporan panjang John Hersey dalam "Hiroshima" di The New Yorker. Sebagai penulis, keduanya telah sampai pada tingkatan mumpuni. "Writing an exact", kata Francis Bacon dalam esainya "Of Studies".

Riset mendalam. Mewawancarai banyak orang. Ditambah kejelian memilih angle. Menjadikan Alexievich punya bahan yang cukup untuk menggambarkan suasana kebatinan yang
terjadi saat itu. Bagaimana rasanya kehilangan. Sekaligus mengajak kita bagaimana mesti menyikapinya. Seribu orang mati itu statistik. Tapi bicara kematian seseorang adalah tragedi. Its keywords.

I don't know what I should talk about—about death or about love? Or are they the same? Which one should I talk about?

We were newlyweds. We still walked around holding hands, even if we were just going to the store. I would say to him, "I love you." 

But I didn't know then how much. I had no idea . . . 

We lived in the dormitory of the fire station where he worked. On the second floor. There were three other young couples, we all shared a kitchen. On the first floor they kept the trucks. The red fire trucks. That was his job. I always knew what was happening — where he was, how he was.

Di sini dua emosi bisa saja dimuntahkan bersamaan: happiness n sadness. Such is the power good writing. Bagaimana menurutmu?

#EdisiTanpaKata

Sunday, July 19, 2020

8935 Nights Together


Dulu sendiri.

Sok nekat. Sok mampu. Sok peduli. Sok baik.

Untungnya bagiku, Tuhan memang baik hati. Terlalu baik bahkan. Memberiku. Memberi dan terus memberi. Tak peduli seberapa bebalnya aku. Sungguh, sering kumalu hati.

Diam-diam diperkenalkan dia kepadaku. Hmm... Tuhan sedang bercanda kali. Begitu kumembatin. Ternyata tidak. Tuhan benar-benar serius dengan rencanaNya. DipercayakanNya dia kepadaku


Lalu berdua.

Mungkin agar kubisa belajar memahami tujuan hidup. Agar tak kesepian lagi mengarungi ruang-waktu menuju tepian kosmos. Menyambut maut.

Itu setahun sebelum kejatuhan Pak Harto. Bapak Pembangunan, kata mereka. Apa peduliku? Ya, sudah. Melangkah kami bersama. Menapak terus. Berkembang biak. Bertambah satu. Bertambah dua. Tiga dan seterusnya. Bertambah pula keluarga. Tuban-Palu-Samarinda.

Tak terasa, hari ini 8.935 malam sudah kita bersama. Terimakasih telah dan masih rela menemaniku. Meski belum kutunaikan janji (dalam hati), mengajakmu ke Kuta Bali. Ya, itu lagu awal pertemuan kita di depot Ria-Palu.Tentu saja aku akan selalu ingat itu meski tak tahu kemana kebeberadaan sang depot itu lagi. Pita kasetnya pun masih rapi tergulung.

Tapi entahlah dengan pulau itu. Kian mendunia. Makin jauh agaknya untuk bisa kujangkau. Suaraku pun parau. Tak semerdu Andre Hehanusa. Wkwkwkwk... itulah kamu. Sudah tahu parau masih saja kau mau. Tapi percayalah, sayangku lebih dalam dari lagu itu.

Air Hitam, 19 Juli 2020

























Saturday, July 4, 2020

Aku Rela Menjadi Gelap

Ketika semua punya lampu dan merasa berlampu, mestinya tak ada lagi ruas gelap. Tapi entah kenapa di lorong yang dikilati banyak cahaya itu justru aku tersesat. Semua terlihat sama di mataku!

Kadang benderang menyilaukan. Sakit! Cahaya dengan spektrum warnanya yang dulu biasa menari2 lincah indah di depanku, kali ini kasat. Kemanakah ia sembunyi. Panjang pendek gelombangnya pun tak mampu lagi kutangkap dengan mata batinku.

Andaikan aku bisa menjadi gelap, sungguh aku rela. Segelap dark matter yang terkucil, menyendiri di alam semesta. Aku rela.

Setidaknya itu membuatku mampu kembali melihat diriku sendiri. Kamu pun bisa jelas mengenaliku. Aku rela. Meski kau sebut dengan sumpah serapah dan "kasihan" karena telah terjerumus dalam kegelapan maha dalam.

Air Hitam, 3 Juli 2020