KUNCINYA SEDERHANA saja. Saya tidak pernah membawa masalah
pekerjaan ke rumah. Sehingga saya tidak terbebani oleh hal-hal yang tidak
perlu. Saya menjadi bisa tidur lebih cepat
dan pulas, lalu nanti bangun lagi
jam tiga untuk tahajud.
Saya masih mengingat pesan di atas. Pesan itu disampaikan
Pak Haji Santo – begitu Susanto Asmoro Dewo biasa disapa – saat menjawab
pertanyaan saya tentang tips kebugarannya, Minggu (7/7/2019). Pagi itu saya
duduk bersebelahan dengannya. Bersila, sambil kami menyantap sarapan yang
tersaji.
Dua bulan kemudian, Rabu (11/9/2019) malam, saya kembali
melihatnya. Kali ini ia jadi pusat
perhatian. Berpuluh pasang mata yang merapat di Warung Ayam Geprek Pojokan,
menatapnya. Dari ujung rambut (gak terlihat karena bersongkok) hingga mata
kaki.
Warung ini sejatinya sebuah bangunan berlantai dua,
berupa rumah yang cukup besar dan megah. Oleh pemiliknya, Pak Agung Sukaca, rumah
itu dijadikan sekaligus tempat usaha. Bermacam menu makanan dan minuman
tersedia. Menu andalannya adalah Ayam Geprek. Banyak anak sekolah
melangganinya, mampir terutama saat rehat siang.
Bisa dibayangkan penuh sesaknya. Hanya sekitar 100 meter berdiri
sekolah favorit, SDIT-SMPIT Cordova. Di depan sekolah itu ada SMPN1 dan SMAN 1 Samarinda.
Mungkin karena lokasinya di pojokan jalan blok perumahan, ia lalu menamakan
warungnya dengan sebutan “Warung Pojokan”.
“Inilah calon Ketua RT 20,” kata Haji Musadi membuka pertemuan
dengan memperkenalkan Pak Santo kepada kami. Ia mengaku didaulat menjadi ketua tim
sukses.
Tentu saja tidak sulit bagi Pak Musadi untuk
mempromosikan calonnya. Ia sudah terbiasa menggalang massa dalam jumlah yang
lebih besar, dari pileg hingga pilkada. Lagi pula, calon yang diusungnya kali
ini memang sudah dikenal oleh hampir seluruh warga RT 20.
Namun karena pertemuan ini dimaksudkan untuk meminta
dukungan warga, ia merasa perlu untuk tetap memperkenalkan kiprah Pak Santo
selama ini. Termasuk visi misinya. Panjang lebar ia membeber calonnya.
Pak Santo tergolong penghuni pertama Perumahan Kehutanan.
“Awalnya, banyak yang tak mau tinggal di sini. Jalan akses masih setapak. Sulit. Saya masuk
tahun 1986, hanya tiga rumah, dan langsung didaulat jadi Ketua RT. Padahal,
warganya cuma tiga orang. Masak jadi RT kok ngurusin hanya tiga orang warga,”
tutur Santo geli mengenang masa itu.
Sekarang RT yang dihuninya sudah jauh lebih ramai. Akses jalan mulus dua jalur tersedia dari
selatan, di Flyover Kadrie Oening. Begitu pun dari utara, bisa dijangkau
melalui ringroad Jl HM Ardans. Di dalamnya, berjubel sekolah-sekolah favorit-unggulan.
PAUD, TK, SD, SMP, SMA hingga Akademi ada. Sebuah SMK Kesehatan
nongol di seberang mulut perumahan, berjejer dengan deret ruko, hotel, dan pusat grosir asal Korea. Jumlah warga
sudah bertambah. Meliputi dua perumahan, Kehutanan dan Wartawan. Totalnya 887 jiwa (237 KK).
“Pak Haji Santo baru berumur 27 tahun,” kelakar Pak
Musadi.
Yang ia maksud dan ingin ia tunjukkan bahwa dalam usianya
yang sudah kepala tujuh dan buntut dua tahun, Pak Santo masih terlihat fresh. Bugar. Langkah kakinya masih mantap. Ia menyalami
kami yang duduk bersila, satu per satu. Tanpa kesulitan ia lipatkan lutut untuk
peluk cium pipi saya, dan kemudian berdiri lagi menghampiri yang lain.
Bicaranya runtut dan tegas. Intonasi jelas. Menandakan
tak ada saraf wicara dan motorik yang pernah terganggu.
Pak Santo mengaku ingin membuat pemukiman ini menjadi
lebih baik. Secara lahiriah maupun batiniah, dan terjalinya silaturahmi yang
guyub antarwarga. Meski sebagai pendatang, termasuk hampir semua di antara
kami, ia merasakan kecintaan yang sama dengan yang warga setempat terhadap
tanah yang kini dipijaknya.
“Karena itu akan kubangun, kubela, dan kujaga selalu,” serunya
bertekad.
Panjang lebar ia membeber jargonnya itu. Anggota timses
lainnya, seperti Pak Haji Rusdianto dan Pak Haji Yusuf Mulyana, ikut memperkuatnya. Warga lainnya menyampaikan secuil harapannya.
Intinya, bagaimana menjadikan RT 20 sebuah kawasan yang green, friendly, pro-tourism,
dan smart. Menjadi sebuah RT yang dikenal luas, mempermudah pelayanan warganya,
membuat warganya merasa betah, ramah, aman, dan nyaman.
Kampanye tidak terbatas dengan menggelar pertemuan
langsung. Seruan, ajakan dan imbauan gencar pula disuarakan melalui percakapan
di Whatsapp Group.
“Mari sukseskan pemilihan Ketua RT 29 TGL 15 September
2019, dengan memilih sesepuh kita H Susanto Asmoro Dewo,” tulis Pak Rusdi
esoknya di percakapan WAG Perum PWI. “Bersama H. Susanto Asmoro Dewo, menuju Smart
RT 20,” tambahnya.
Saya baru sekali dan tadi malam itu pertama mengikuti
proses Pemilihan Ketua RT. Tak menduga
bahwa prosesnya akan berjalan seperti pilkada. Ada yang bertindak sebagai
panitia pemilih layaknya KPU. Mereka ini yang beriniasi dengan memasang
pengumuman , termasuk melakukan verifikasi syarat calon dan warga yang punya
hak pilih.
Ada timses. Mereka yang mengetuk pintu dari satu rumah ke
rumah lain. Mereka pula yang membuat dan
membagikan leaflet calon yang diusung. Layaknya pilkada atau pileg, leaflet itu
tertulis jargon, visi, dengan kalimat “Mohon Doa Dan Dukungannya”. Tentu saja
lengkap dengan foto terbaik sang calon.
Pendek kata, seru!
Pak Santo kenyang di dunia pemerintahan. Pengalamannya
segudang. Berkarir lama di Dinas Kehutanan, Provinsi dan Pemkab Kutai Timur, menjadikannya
sosok yang dikenal luas. Pensiunan Pejabat Eselon II (terakhir sebagai Kepala
Dinas Kehutanan Kutim ) ini, bahkan pernah bertarung di Pilkada Kutai Timur
periode 2011-2016.
Saat itu ia belum beruntung. Dalam pencoblosan suara pada 27 November
2010, ia bersama wakilnya, Abia Kamba dikalahkan Isran Noor-Ardiansyah Sulaiman.
Sekarang, Isran Noor bersama pasangannya, Hadi Mulyadi memimpin Provinsi Kaltim
untuk periode 2018-2023.
Bagaimana kali ini?
Seluruh anggota timses meyakini Pak Santo akan terpilih. Menurut mereka, Pak Santolah satu-satunya tokoh
erte yang memiliki waktu, dan kemauan untuk mengabdi. Dia juga punya keinginan dan
kapasitas untuk menjadikannya sebagai Smart RT.
Impian sebagai Smart RT, menjadi harapan yang mengemuka. Ini
bisa dimengerti. Sebagian dari kami -- bahkan mungkin sebagian besar penghuni
RT 20 -- adalah Generasi X. Generasi ini meski lahir sebelum era digital, tetapi
mereka mengalami langsung transformasi dari era manual. Sehingga mau tidak mau harus
melek teknologi, melalui anak-anak mereka yang lebih adaptif. Bukankah sekarang
ini hampr tak ada lagi di antara kita yang tidak terhubung lewat smartphone,
terhubung ke jagad yang lebih luas?
Maka, cara kita berinteraksi pun akan mengalami
pergeseran. Tak bisa kita paksakan harus seklasik dulu. Era kini menuntut serba
cepat dan memudahkan. Apalagi bagi yang bermukim di perumahan kota atau
kluster. Itu hanya mungkin jika semuanya
sudah berbasis digital. Banyak aplikasi open source yang bisa dimanfaatkan. Mulai
DPT, data kependudukan, program kerja, hingga soal yasinan.
Pemilihan akan digelar pada hari Minggu (15/9/2019). Lurah Air Hitam, Pak Suyanto, kabarnya akan
turun langsung mengawasi prosesi pemilihan ini.
Entah kenapa tidak banyak yang berminat menjadi Ketua
RT. Sejak rampungnya pengabdian Pak
Soleh beberapa waktu lalu, praktis kami
tanpa pemimpin. Warga terpaksa langsung ke Kantor Desa Air Hitam untuk meminta surat
pengantar terkait urusan mereka. Sejauh ini hanya dua orang yang menyatakan minatnya.
Selain Pak Santo, satunya lagi adalah Pak Sutapa.
Mungkin yang lain tak punya banyak waktu. Dan kita
beruntung masih ada warga yang peduli, ikhlas, dan bersedia mengabdikan diri. Meskipun
cuma dua.
“Ini bentuk pengabdian di sisa umur saya,” aku Pak Santo.
Sejenak saya tercenung untuk memahami kata-kata itu. Kalau
kalimat semacam ini dikemukakan oleh calon kepala daerah atau legislatif, saya
mungkin masih akan mendebatkannya. Tetapi,kali
ini, kalimat ini diucapkan langsung oleh
calon Ketua RT. Bukan oleh calon Bupati!
Jadi, bentuk pengabdian apa lagi yang lebih berharga dan
tulus, kalau bukan untuk mengabdi kepada warga sebagai erte. Mereka bersedia
untuk mencurahkan pikiran, tenaga, bahkan finansial barangkali untukmemperlancar
keperluan warga, dan membenahi lingkungan menjadi lebih baik.
Mereka tidak
digaji. Hanya sebuah panggilan kesayangan dan kehormatan yang mereka dapat dari warganya: “Assalamualaikum Pak Erte. Terimakasih Pak Erte.”(achmad bintoro}