Thursday, September 12, 2019

Assalamualaikum Pak Erte




KUNCINYA SEDERHANA saja. Saya tidak pernah membawa masalah pekerjaan ke rumah. Sehingga saya tidak terbebani oleh hal-hal yang tidak perlu. Saya menjadi bisa tidur lebih cepat  dan pulas,  lalu nanti bangun lagi  jam tiga untuk tahajud.

Saya masih mengingat pesan di atas. Pesan itu disampaikan Pak Haji Santo – begitu Susanto Asmoro Dewo biasa disapa – saat menjawab pertanyaan saya tentang tips kebugarannya, Minggu (7/7/2019). Pagi itu saya duduk bersebelahan dengannya. Bersila, sambil kami menyantap sarapan yang tersaji.

Dua bulan kemudian, Rabu (11/9/2019) malam, saya kembali melihatnya.  Kali ini ia jadi pusat perhatian. Berpuluh pasang mata yang merapat di Warung Ayam Geprek Pojokan, menatapnya. Dari ujung rambut (gak terlihat karena bersongkok) hingga mata kaki.

Warung ini sejatinya sebuah bangunan berlantai dua, berupa rumah yang cukup besar dan megah. Oleh pemiliknya, Pak Agung Sukaca, rumah itu dijadikan sekaligus tempat usaha. Bermacam menu makanan dan minuman tersedia. Menu andalannya adalah Ayam Geprek. Banyak anak sekolah melangganinya, mampir terutama saat rehat siang.  

Bisa dibayangkan penuh sesaknya. Hanya sekitar 100 meter berdiri sekolah favorit, SDIT-SMPIT Cordova. Di depan sekolah itu ada SMPN1 dan SMAN 1 Samarinda. Mungkin karena lokasinya di pojokan jalan blok perumahan, ia lalu menamakan warungnya dengan sebutan “Warung Pojokan”.

“Inilah calon Ketua RT 20,” kata Haji Musadi membuka pertemuan dengan memperkenalkan Pak Santo kepada kami. Ia mengaku didaulat menjadi ketua tim sukses.

Tentu saja tidak sulit bagi Pak Musadi untuk mempromosikan calonnya. Ia sudah terbiasa menggalang massa dalam jumlah yang lebih besar, dari pileg hingga pilkada. Lagi pula, calon yang diusungnya kali ini memang sudah dikenal oleh hampir seluruh warga RT 20.

Namun karena pertemuan ini dimaksudkan untuk meminta dukungan warga, ia merasa perlu untuk tetap memperkenalkan kiprah Pak Santo selama ini. Termasuk visi misinya. Panjang lebar ia membeber calonnya.

Pak Santo tergolong penghuni pertama Perumahan Kehutanan.

“Awalnya, banyak yang tak mau tinggal di sini.  Jalan akses masih setapak. Sulit. Saya masuk tahun 1986, hanya tiga rumah, dan langsung didaulat jadi Ketua RT. Padahal, warganya cuma tiga orang. Masak jadi RT kok ngurusin hanya tiga orang warga,” tutur Santo geli mengenang masa itu.

Sekarang RT yang dihuninya sudah jauh lebih ramai.  Akses jalan mulus dua jalur tersedia dari selatan, di Flyover Kadrie Oening. Begitu pun dari utara, bisa dijangkau melalui ringroad Jl HM Ardans. Di dalamnya, berjubel sekolah-sekolah favorit-unggulan. PAUD, TK, SD, SMP, SMA hingga Akademi ada. Sebuah SMK Kesehatan nongol di seberang mulut perumahan, berjejer dengan deret ruko, hotel, dan pusat grosir asal Korea. Jumlah warga sudah bertambah. Meliputi dua perumahan, Kehutanan dan Wartawan.  Totalnya 887 jiwa (237 KK).

“Pak Haji Santo baru berumur 27 tahun,” kelakar Pak Musadi.

Yang ia maksud dan ingin ia tunjukkan bahwa dalam usianya yang sudah kepala tujuh dan buntut dua tahun, Pak Santo masih terlihat fresh. Bugar.  Langkah kakinya masih mantap. Ia menyalami kami yang duduk bersila, satu per satu. Tanpa kesulitan ia lipatkan lutut untuk peluk cium pipi saya, dan kemudian berdiri lagi menghampiri yang lain.

Bicaranya runtut dan tegas. Intonasi jelas. Menandakan tak ada saraf wicara dan motorik yang pernah terganggu.

Pak Santo mengaku ingin membuat pemukiman ini menjadi lebih baik. Secara lahiriah maupun batiniah, dan terjalinya silaturahmi yang guyub antarwarga. Meski sebagai pendatang, termasuk hampir semua di antara kami, ia merasakan kecintaan yang sama dengan yang warga setempat terhadap tanah yang kini dipijaknya.

“Karena itu akan kubangun, kubela, dan kujaga selalu,” serunya bertekad.

Panjang lebar ia membeber jargonnya itu. Anggota timses lainnya, seperti Pak Haji Rusdianto dan Pak Haji Yusuf Mulyana, ikut memperkuatnya.  Warga lainnya menyampaikan secuil harapannya. Intinya, bagaimana menjadikan RT 20 sebuah kawasan yang green, friendly, pro-tourism, dan smart. Menjadi sebuah RT yang dikenal luas, mempermudah pelayanan warganya, membuat warganya merasa betah, ramah, aman, dan nyaman.

Kampanye tidak terbatas dengan menggelar pertemuan langsung. Seruan, ajakan dan imbauan gencar pula disuarakan melalui percakapan di Whatsapp Group.

“Mari sukseskan pemilihan Ketua RT 29 TGL 15 September 2019, dengan memilih sesepuh kita H Susanto Asmoro Dewo,” tulis Pak Rusdi esoknya di percakapan WAG Perum PWI. “Bersama H. Susanto Asmoro Dewo, menuju Smart RT 20,” tambahnya.

Saya baru sekali dan tadi malam itu pertama mengikuti proses Pemilihan Ketua RT.  Tak menduga bahwa prosesnya akan berjalan seperti pilkada. Ada yang bertindak sebagai panitia pemilih layaknya KPU. Mereka ini yang beriniasi dengan memasang pengumuman , termasuk melakukan verifikasi syarat calon dan warga yang punya hak pilih.

Ada timses. Mereka yang mengetuk pintu dari satu rumah ke rumah lain.  Mereka pula yang membuat dan membagikan leaflet calon yang diusung. Layaknya pilkada atau pileg, leaflet itu tertulis jargon, visi, dengan kalimat “Mohon Doa Dan Dukungannya”. Tentu saja lengkap dengan foto terbaik sang calon.

Pendek kata, seru!

Pak Santo kenyang di dunia pemerintahan. Pengalamannya segudang. Berkarir lama di Dinas Kehutanan, Provinsi dan Pemkab Kutai Timur, menjadikannya sosok yang dikenal luas. Pensiunan Pejabat Eselon II (terakhir sebagai Kepala Dinas Kehutanan Kutim ) ini, bahkan pernah bertarung di Pilkada Kutai Timur periode 2011-2016.

Saat itu ia belum beruntung.  Dalam pencoblosan suara pada 27 November 2010, ia bersama wakilnya, Abia Kamba dikalahkan Isran Noor-Ardiansyah Sulaiman. Sekarang, Isran Noor bersama pasangannya, Hadi Mulyadi memimpin Provinsi Kaltim untuk periode 2018-2023.

Bagaimana kali ini?

Seluruh anggota timses meyakini Pak Santo akan terpilih.  Menurut mereka, Pak Santolah satu-satunya tokoh erte yang memiliki waktu, dan kemauan untuk mengabdi. Dia juga punya keinginan dan kapasitas untuk menjadikannya sebagai Smart RT.

Impian sebagai Smart RT, menjadi harapan yang mengemuka. Ini bisa dimengerti. Sebagian dari kami -- bahkan mungkin sebagian besar penghuni RT 20 -- adalah Generasi X. Generasi ini meski lahir sebelum era digital, tetapi mereka mengalami langsung transformasi dari era manual. Sehingga mau tidak mau harus melek teknologi, melalui anak-anak mereka yang lebih adaptif. Bukankah sekarang ini hampr tak ada lagi di antara kita yang tidak terhubung lewat smartphone, terhubung ke jagad yang lebih luas?

Maka, cara kita berinteraksi pun akan mengalami pergeseran. Tak bisa kita paksakan harus seklasik dulu. Era kini menuntut serba cepat dan memudahkan. Apalagi bagi yang bermukim di perumahan kota atau kluster.  Itu hanya mungkin jika semuanya sudah berbasis digital. Banyak aplikasi open source yang bisa dimanfaatkan. Mulai DPT, data kependudukan, program kerja, hingga soal yasinan.

Pemilihan akan digelar pada hari Minggu (15/9/2019).  Lurah Air Hitam, Pak Suyanto, kabarnya akan turun langsung mengawasi prosesi pemilihan ini.  

Entah kenapa tidak banyak yang berminat menjadi Ketua RT.  Sejak rampungnya pengabdian Pak Soleh beberapa waktu lalu,  praktis kami tanpa pemimpin. Warga terpaksa langsung ke Kantor Desa Air Hitam untuk meminta surat pengantar terkait urusan mereka. Sejauh ini hanya dua orang yang menyatakan minatnya. Selain Pak Santo, satunya lagi adalah Pak Sutapa.

Mungkin yang lain tak punya banyak waktu. Dan kita beruntung masih ada warga yang peduli, ikhlas, dan bersedia mengabdikan diri. Meskipun cuma dua.

“Ini bentuk pengabdian di sisa umur saya,” aku Pak Santo.

Sejenak saya tercenung untuk memahami kata-kata itu. Kalau kalimat semacam ini dikemukakan oleh calon kepala daerah atau legislatif, saya mungkin masih akan mendebatkannya.  Tetapi,kali ini,  kalimat ini diucapkan langsung oleh calon Ketua RT. Bukan oleh calon Bupati!      

Jadi, bentuk pengabdian apa lagi yang lebih berharga dan tulus, kalau bukan untuk mengabdi kepada warga sebagai erte. Mereka bersedia untuk mencurahkan pikiran, tenaga, bahkan finansial barangkali untukmemperlancar keperluan warga, dan membenahi lingkungan menjadi lebih baik. 

Mereka tidak digaji. Hanya sebuah panggilan kesayangan dan kehormatan yang mereka dapat dari warganya: “Assalamualaikum Pak Erte. Terimakasih Pak Erte.”(achmad bintoro}