Tuesday, March 16, 2021

Pulang

Sebelum waktuku tiba, aku ingin sudah bisa menyelesaikan tulisan ini. Tulisan sederhana. Sangat tidak penting. Tapi entah enapa aku begitu terobsesi untuk membuatnya. Sebenarnya ini ambisi lama. Tiga dekade terkubur dalam rutinitas. Naik turun di sela sepi, gerimis, hujan, dan alunan gending tayub yang membius bersama semilir angin segara. Tidak benar-benar mati.

Aku ingin kelak ini akan menjadi tulisan terbaik yang pernah kubuat selama hidupku. Tulisan pamungkas. Namun ternyata tidak semudah yang aku bayangkan. Jemari tanganku selalu kaku setiap kali mencoba merangkai kalimat kedua dan seterusnya. Sempat aku berpikir ulang: mungkin ini berlebihan dan ambisius.

"Bukankah itu tulisan yang simpel. Siapa pun akan bisa melakukannya," kata Ben, karibku. "Tapi kamu tahu belum pernah aku bikin tulisan macam ini sebelumnya", debatku.

"Baca saja buku-buku atau tulisan-tulisan lain yang sejenis, mungkin akan bisa menginspirasimu." 

Aku memang baca. Hampir semua tulisan sejenis. Aku baca "Pulang" karya Leila S Chudori. Kubaca pula "Pulang" Tere Liye. Ada belasan bahkan puluhan cerpen berjudul "Pulang. Aku mau kisah berbeda. Tak pernah ditulis oleh orang lain. yang sama, seperti yang mereka tulis. Aku yakinkan pada diriku bahwa tulisan yang akan aku buat ini 

Ben tersenyum getir. Ia seperti menertawai ketidakberdayaanku. Hampir tiga dekade jadi wartawan. Sudah pula terbang ke sejumlah negara. Mengelilingi separuh belahan bumi, dan selalu tahu jalan untuk pulang. Tapi tidak mampu menulis buku yang simpel begitu. Mengangkat kedua bahu, lalu ngeloyor pergi di simpang lorong. Meninggalkanku. Sendiri.

Aku menghela nafas dalam. Mataku tetap terpatri pada satu kata di notes hp, dan sejauh ini aku masih belum menemukan kalimat-kalimat berikutnya. Sungguh, ini pekerjaan tersulits. Tap biarlah. Setidaknya aku sudah memulai dengan kalimat pertama: "Pulang". Aku berharap masih ada waktu untuk menyelesaikannya. Mungkin besok, lusa, minggu depan atau... 


Air Hitam, 16 Maret 2021