Saturday, October 8, 2016

What Do You Do?

"POP quiz, hotshot," kata Payne di seberang telepon.


"There's a bomb on a bus. Once the bus goes 50 miles an hour, the bomb is armed. If it drops below 50, it blows up. What do you do? What do you do?"

Payne menantang Jack, polisi dari Departemen Kepolisian Los Angeles, AS, seusai memasang bom pada sebuah bus, untuk menjinakkan bos tersebut.

Ia mengingatkan, kalau ingin penumpang selamat, maka bus tak boleh melambat kurang dari 50 mil/jam.

Tetapi, ia tidak memberi tahu nomor bus dimaksud. Tentu ini bukan kondisi yang mudah dan diinginkan oleh siapa pun.

Siap tidak siap. Suka tidak suka. Jack Traven harus menerima tantangan Howard Payne (Dennis Hopper) dalam Speed (1994). Inilah film yang kemudian melambungkan nama Keeanu Revers.

Sekarang, maukah Anda menerima tantangan sejenis untuk Kaltim. Bukan soal bom! Ini soal masa depan Kaltim.

Selagi masih ada kesempatan berpikir dan menimbang-timbang. Tak ada salahnya kita berandai-andai. Apa yang akan Anda lakukan kalau diberi kesempatan menjadi Gubernur Kaltim 2018-2023?

Ya, mungkin banyak impian, harapan, dan ide tentang Kaltim yang lama mengendap di kepala Anda. Mungkin Anda pernah menuliskannya di media sosial. Pernah curhatkan kepada kawan. Anda obrolkan di kedai kopi. Anda jadikan bahan cacian kala berdemo. Atau hanya menjadi catatan kecil di bawah bantal.

Apa pun itu, ayo sekarang tunjukkan.

Kalau pun nanti Anda tidak terpilih, siapa tahu gubernur baru mau mendengarmu. Lalu menjadikannya bagian dari program prioritasnya. Tentu tak harus Anda keluarkan semua. Cukuplah satu-dua yang paling Anda inginkan.

Tetapi, sebelum menjawab itu, Anda perlu memahami kondisinya dulu. Provinsi kita ini tidak lagi sekaya dulu.

Memang kita pernah kaya. Kita memiliki hutan hujan tropis yang sangat luas, dengan keaneragaman hayati yang melimpah ruah. Riapnya menghijaukan lebih dari 14,9 juta hektare daratan Kalimantan. Ademnya turut mengayomi mahluk seisi bumi.

Sayangnya itu tak bertahan lama. Beberapa dekade kita mengalami kejayaan hutan itu.

Begitu kran ekspor log dibuka, ribuan chainsaw menyerbu. Meraung di mana-mana. Seperti orang kesetanan, mereka membabat semuanya. Tanpa jeda.

Ganti pola pemerintahan desentralisasi, ternyata hanya menggeser pembabatan, kian tahun kian ke pelosok. Hingga suatu saat kita menjadi  terhenyak sendiri. Tak ada lagi tegakan tersisa.

Rupanya selama kita telah begitu serakah. Pusat telah mengambil semua. Menjadikan orang-orang Jakarta sebagai raja.  Raja dari segala raja. Menjadikan mereka konglomerat. Power mereka mampu mempengaruhi kebijkan politk, keputusan kabinet dan mengatasi sekat-sekat regulasi.

Nyaris tidak menyisakan apa pun untuk anak cucu. Sekubik balok ulin dan papan bengkirai, sekedar untuk membangun gubuk kecil, pun tak diberi. Mereka kini menggunakan rangka dan kusen dari alumunium dan baja ringan.

Waktu terus berjalan.

Kita lalu melupakan yang sudah-sudah. Mereka tahu itu.Sebab kita memang mudah lupa, gampang pula memaafkan. Mungkin karena kita merasa masih banyak kekayaan alam yang lain di provinsi luas ini.

Hutan mulai habis, kita bor menyembur minyak bumi. Bahkan, lapisan tanah kita sibak pun terkuak batu bara. Wajah bumi yang bopeng kita tutupi hamparan sawit, yang membuat kita harus melakukan tebang habis tegakan. Cuci mangkok.

Kita gali, gali dan terus menggali.

Kita ambil bahan mentah itu sebanyak mungkin. Kita keruk habis-habisan batu bara untuk menerangi listrik di belahan bumi lain. Ke Korea, China, Eropa, Jepang dan lainnya. Tapi, kita biarkan daerah sendiri byar pet.

Booming kayu, minyak, kemudian batu bara membuat kita kurang mawas diri. Apalagi APBD besar. Triliunan. Seiring membesarnya nilai ekspor komoditas sumberdaya alam kita.

Kita pun berlagak seperti orang kaya baru. Ke sana kemari dengan setelan perlente. Selalu hadir di setiap event dan undangan. Kalau perlu, mencari undangan. Bak si Ratu Pesta, kata Pinkan Mambo.

Kita bangun apa pun yang kita mau. Tanpa perlu membukanya lebih dulu kepada masyarakat. Bikin kegiatan apa pun yang terlintas di kepala. Asal dana terserap 100 persen.

Tak penting bermanfaat atau tidak. Dibutuhkan atau tidak. Itu urusan belakang, katanya. Kalau pun nanti mangkrak, tak masalah. Buat saja proposal baru,  penyesuaian bangunan dengan kondisi terkini. Selesai!

Saya jadi teringat cerita kawan mengenai perilaku sebagian masyarakat ketika banjir kap. Mungkin didorong oleh kemudahan dalam mendapatkan uang, mereka mengalami apa yang lazim disebut kejutan budaya.

Datang ke toko. Beli ini beli itu,  tanpa menawar. Barang-barang elektronik seri terbaru seperti kulkas, mesin cuci, dan televisi mereka angkut ke desa. Padahal, di rumah belum ada sambungan listrik.

Maka, barang-barang "mewah" itu hanya jadi pajangan. Kulkas berubah fungsi menjadi lemari pakaian. Mesin cuci jadi tempat menyimpan beras. Alamak.

Mereka beli barang-barang bukan lagi dilandasi kebutuhan. Lebih karena keinginan untuk memiliki apa yang juga dipunyai warga perkotaan. Mereka seperti mengejek kemiskinan dan keterbatasan yang lama menyandera.

Tidakkah perilaku kita kini masih sama? Semoga tidak! Sebab belum tentu akan datang lagi kesempatan keempat, kelima dan seterusnya.

Anda juga perlu tahu provinsi kita tak lagi sesehat dulu.

Ekonomi kita sedang meriang. Pertumbuhan minus. Kinerjanya paling buruk se-Kalimantan. Ketika banyak provinsi lainnya tumbuh positip, kita justru minus 1,3 persen.

Tiga tahun lalu kita malah paling jeblok se-Indonesia. Berkebalikan dengan Papua yang menjulang ke puncak 14,84 persen.

Harga batubara anjlok. Berapa banyak perusahaan yang kemarin bak jamur di musim hujan, kini rontok bertumbangan. Dan berapa banyak usaha ikutan lainnya yang dirintis masyarakat akhirnya ikut terkapar.

Minyak kini di titik terendah. Tak cuma ekonomi mikro yang menderita, APBD kita ikut berdarah-darah. Dana bagi hasil migas dan sumberdaya alam tertahan.

Defisit anggaran kian membesar. Tahun ini Rp 1,76 triliun. Tahun depan diprediksi akan lebih besar lagi. Beginilah kalau kita selalu mengandalkan ekspor bahan mentah.

Jadi, dengan kondisi seperti itu, apa yang akan Anda lakukan jika menjadi gubernur? Apakah Anda akan menerima tantangan itu, sebagaimana Jack Traven harus menerima tantangan dari Howard Payne?

Sekali lagi, apa yang akan Anda lakukan dengan kondisi Kaltim yang begini? Apakah Anda akan kembali jualan bahan mentah untuk menopang struktur APBD Kaltim? [achmad bintoro]